Minggu, 29 Juli 2012

Burung Gagak Secerdas Anak 7 Tahun


TEMPO.CO - Batas kecerdasan burung kini dapat diukur. Sebuah penelitian terbaru menunjukkan kemampuan burung gagak hampir setara dengan anak-anak berusia tujuh tahun. Kesimpulan ini didasarkan pada percobaan fabel Aesop.

Percobaan ini mengharuskan burung gagak yang haus untuk menjatuhkan kerikil ke dalam kendi berisi air. Semakin banyak kerikil yang dijatuhkan akan menyebabkan air di dalam kendi naik sampai batas yang dapat dijangkau paruh gagak untuk diminum.

Dalam penelitian ini para ilmuwan membandingkan kemampuan anak beragam usia dengan burung gagak untuk melakukan percobaan fabel Aesop.

"Percobaan mengharuskan anak dan burung gagak memindah posisi air dalam tabung untuk mendapatkan hadiah atau imbalan makanan," kata Lucy Cheke, peneliti dari Cambridge University, Inggris, Kamis 26 Juli 2012.

Hasil percobaan menunjukkan kemampuan anak-anak usia 5-7 tahun tidak lebih baik dari burung gagak. Sama seperti gagak, anak-anak itu menyelesaikan fabel Aesop setelah lima kali mencoba. Berbeda dengan anak usia delapan tahun yang dapat merampungkan percobaan dalam sekali kesempatan.

Namun ada satu percobaan yang secara konsisten dapat dipecahkan anak-anak tapi tidak dapat dilakukan oleh gagak.

Sebuah tabung berbentuk U berisi air dikubur dalam tanah hingga menyisakan dua lubang yang tampak seperti dua tabung terpisah. Salah satu lubang berukuran terlalu sempit, sehingga sulit menjatuhkan benda melewatinya. Tabung ini juga berisi hadiah.

Saat dihadapkan dengan tabung ini anak-anak sama sekali tidak terganggu. Anak-anak dengan mudah dapat meningkatkan batas air pada tabung dengan cara menjatuhkan benda ke lubang yang ukurannya lebih besar. Namun gagak tidak bisa memecahkan teka-teki ini dan selalu gagal meraih hadiah.

Penelitian Cheke dan rekan-rekannya, yang diterbitkan dalam jurnal daring Public Library of Science ONE, menunjukkan bahwa anak-anak dan burung gagak memecahkan masalah dengan cara yang berbeda.

Burung gagak harus memahami cara kerja percobaan lewat upaya dan kesalahan yang dilakukan. Sementara pemahaman anak-anak lebih didorong oleh sebab dan akibat yang sederhana.

"Ini masuk akal karena anak-anak bertugas mempelajari penyebab baru efek yang muncul tanpa dibatasi ide-ide tentang apa yang sedang atau tidak mungkin terjadi," ujar Cheke, yang memimpin penelitian, seperti dikutip Telegraph.

Ia mengatakan anak-anak dapat mempelajari apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan imbalan, meski cara untuk mencapainya dinilai tidak memungkinkan. Anak-anak lebih berfokus pada suatu hal yang dapat terjadi.

Sedangkan burung gagak, kata Cheke, lebih sulit mengetahui apa yang sedang terjadi karena mereka menunda fakta bahwa hal itu tidak seharusnya terjadi.

"Paradigma fabel Aesop menyediakan cara yang sangat berguna yang digunakan untuk membandingkan sebab-akibat. Metode ini mempermudah pemahaman tentang mekanisme yang mendasari suatu peristiwa," ujar Cheke.

0 komentar:

Posting Komentar